‘Ekonomi Salah-Kaprah Orde Baru ’
Soeharto, orang nomor satu di rejim Orde Baru, tidak belajar ekonomi yang baik dan benar, lha wong tentara, paling-paling belajar pengelolaan logistic, maka jangan heran kalau pada jaman itu bangsa ini bisa berswasembada beras. Karena sang Pemimpin bervisi menggerakkan pasukan tempur (seluruh rakyat-bangsa Indonesia), sehingga logisticlah yang perlu dan mencukupi, salah satunya.
Untuk hal-hal lain dalam aspek ekonomi, bertanyalah Soeharto kepada para cerdik-pandai & trampil itu, beberapa kalangan menyebut mereka itu sebagai Mafia Barkeley.
Sebuah solusi perekonomian yang persis seperti yang terdapat dalam textbook merekalah yang diberikan kepada Soeharto. Soeharto mengiyakan saja, wong dia juga tidak paham. Disinilah salah kaprahnya, istilah saya : para cerdik-pandai & trampil itu menjawab dengan tepat (lha open-book, closed book saja juga bisa lulus ‘summa - cum laude’) pertanyaan Soeharto atas segala macam soal 'ekonomi' (dalam kerangka pikir tentara).
Oleh karena Soeharto tentara, maka terdidiklah dia untuk mengenali siapa ‘kawan’ dan ‘lawan’, bagaimana menumpas-kelor lawan, supaya tidak membahayakan secara laten. Hal ini, tentu saja jauh dari ‘hakekat ilmu-ekonomi’ itu sendiri, yaitu mengantarkan aktor-aktornya 'sejahtera', win-win solution, everybody happy…...........tidak mustahil 'pertanyaan’ Soeharto kepada paracerdik-pandai & trampil itu SALAH, sementara para cendekia didikan manca Negara itu hanya sekedar menjawab pertanyaan 'sang Boss'nya saja, resep yang diberikan itu apa efektif sebagai solusi bangsa, tanggung jawab Soeharto/'sang Profesor', atau paling-paling dengan alasan : perekonomian terganggu oleh aspek non-ekonomi.
jawaban TEPAT atas pertanyaan SALAH, tidak ada artinya
Ekonomi Jahiliyah Orde Reformasi
Orde Reformasi. Sejatinya para cerdik-pandai & trampil di orde ini adalah murid-murid terbaik para cerdik-pandai & trampil orde sebelumnya. Namun celakanya, kalau pada orde-baru masih sedikit mengandung perjuangan-kebangsaan, yaitu adanya misi membangun 'manusia seutuh'nya dalam Garis Besar Haluan Negara, walaupun salah kaprah dengan hanya mengindikasikan kesejahteraannya pada 'pendapatan per kapita' dan 'kesempatan kerja', 'rasa merdeka'-'rasa adil'-'rasa bangga'nya luput diurus, pada orde-reformasi misi membangun 'manusia seutuh'nya ini luput untuk diurus, apalagi membangun 'manusia sejahtera seutuhnya'.
Pemangku jabatan publik, atas saran cerdik-pandai & trampil orde-reformasi, menyerahkan segala urusan (ekonomi) pada 'pasar', tanpa campur tangan pemerintah, bangsa/rakyat itu akan mendapatkan hak-haknya dalam pasar-bebas itu, begitu keyakinannya seperti dalam teori-teori dalam textbook itu.
Sikap 'cuek', ngeyelan, pembiaran banyak hal (atas nama takut intervensi), dari pemerintah inilah yang mengakibatkan berbagai rasa adil-aman-nyaman tak dimiliki oleh banyak warga-bangsa.
Lihat saja berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk renovasi kerusakan akibat kerusuhan-pengrusakan-pemb
Wahhh.....hal-hal terakhir ini pasti tidak dalam 'kalkulasi',tidak dimasukkan dalam model-model ekonometri cerdik-pandai & trampil orde-reformasi itu. Mereka bilang,ekonomi Indonesia masih baik-baik saja, lihat saja berbagai indikator yang sangat positif.
Lalu, apa nama sistim ekonomi yang beberapa indikator(yang belum tentu presisi)nya positif, namun senyatanya banyak pelaku ekonominya tidak happy, alamnya rusak, anggaran bocor, rasa keadilannya lenyap, tidak ada kepastian hukum, money-politik dan gratifikasi bertaburan, penggusuran dimana-mana, fasilitas umum yang tak membuat nyaman banyak dijumpai, berbagai kelompok 'main-kuasa' menekan kelompok yang lain atas nama 'tafsir pasal' olehnya......?
Saya menyebutnya 'ekonomi jahiliyah' sebagai pra 'ekonomi-akhlakul karimah'.
Jelas, situasi seperti diatas sangat jauh dari cita-cita bangsa Indonesia, seperti dicitrakan oleh founding-father bangsa Indonesia. Saya khawatir para cerdik-pandai & trampil di orde-reformasi ini tidak memiliki visi-bangsa Indonesia lagi. Memiliki visi saja tidak menjamin otomatis tercapai, perlu upaya kreatif-inovatif nyata untuk mewujudkannya.
Bangsa Indonesia ini unik, sejarahnya juga unik, maka solusi kebangsaannya juga pasti unik, belum ada di textbook manapun. Kreatif-inovatif adalah kuncinya, selain setia pada cita-cita bangsa seperti yang dimanatkan dalam UUD. cerdik-pandai & trampil saja ternyata tidak cukup,yang kita perlukan adalah NEGARAWAN.
Berkaitan dengan pembentukan citra diatas, saya akan berbagi pengalaman bagaimana citra-kota terbentuk sesuai dengan visi yang dicanangkan......
...............bersambung
Next On : ‘Pengalaman dari Kota Solo’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar