stay tune @ 'green' GrandSlam

stay tune @ 'green' GrandSlam
JUN 21 - JUL 4

Jumat, 04 Juni 2010

Hari Penyiaran Nasional

Penyiaran (Indonesia), bukan hanya radio, lalu………

Pernah saya mencatat, bahwa penyiaran ini sangat fenomenal, karena padanya ada “lompatan” teknologi-media massa. Sebelumnya, media massa paling canggih saat itu adalah media massa dengan teknologi-cetak. Kemudian melalui radio saat itu, berita lebih cepat lagi sampai ke-audience yang lebih luas, krn tidak diperlukan ketrampilan membaca dan kemampuan financial untuk berlangganan koran. Kalau orientasi kita hanya pada aspek fisik, yaitu perangkat-radio, tanpa menengok pada aspek “spirit”-“visi” dan “misi”, mungkin kita beranggapan bahwa “penyiaran nasional” itu dimulai dari sejak keberadaan “sembarang siaran-radio” di Indonesia.

Jikamengacu pada Undang-undang, yang dimaksud dengan penyiaran adalah radio dan televise. Berdasarkan pada penyelenggara penyiaran, maka terbagi menjadi : public – swasta dan komunitas. Berdasar metoda-penyebarannya : terrestrial dan berlangganan.
Undang-undang kita masih belum menjangkau “penyebaran informasi audio-visual dan text” melalui internet, kendati penyebaran yang dimaksud juga melalui gelombang-radio. Oleh karena itu, walaupun sudah demikian marak radio-televisi dengan sistim-streaming, penyelenggaranya tidak perlu “kulo nuwun/punten” kepada Komisi Penyiaran Indonesia, sebaliknya barangkali KPI-pun belum terpikir untuk memantau mereka.
Masih dari Undang-undang Penyiaran, jelas bicara penyiaran di-era millennium ini, tidak bisa lagi hanya bicara soal radio, pun radio yang mana? Memaksakan radio – terrestrial (bukan streaming) untuk MEWAKILI penyiaran adalah sebuah romantisme yang “lebay” dan tidak-produktif.

Akan lebih mendasar (barangkali) kalau kita pikirkan “spirit, visi & misi penyiaran” untuk MEWAKILI penyiaran. Selain itu ‘spirit, visi & misi penyiaran” tak harus terpengaruh pada ruang-waktu-dan perkembangan teknologi pesawat-penerima dan pemancarnya. 
Hingga lahirnya “Hari Radio”, bukankah karena pada saat itu radio difungsikan sebagai alat-perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Kedepan, ketika sudah 65 tahun merdeka, mestinya penyiaran berfungsi untuk mengangkat harkat martabat dan kesejahteraan bangsa bukan?

Lalu apa itu “spirit-visi dan misi penyiaran (Indonesia)”? Mengingat penyiaran ini menggunakan ranah-publik yang terbatas, yaitu gelombang radio, hasilnya harus buat sebesar-besar kemakmuran-rakyat Indonesia, seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Dasar. Sudahkah cita-cita-penyiaran ini dicapai oleh seluruh elemen-penyiaran tersebut diatas? Kita merasa belum, jadi perlu PERJUANGAN dari seluruh masyarakat-penyiaran sekarang ini, mengingat tantangannya tidak makin mudah dengan berjalannya waktu, serta demi fungsionalnya penyiaran buat bangsa Indonesia.

Pahlawan bangsa, selalu ditemukan dari sebuah “perjuangan” mulia untuk bangsanya. Penyiaran punya peluang untuk mengusulkan seorang pahlawan itu, namun untuk memilih “pahlawan nasional” dibidang PENYIARAN tentulah harus cermat, karena nasional itu berarti dari Sabang sampai Merauke. Selain itu, dan ini yang lebih penting, tokoh kandidat “pahlawan nasional penyiaran” itu, apa kontribusinya dalam menggelorakan dan meletakkan dasar-dasar perjuangan dalam dunia-penyiaran. Sebagai suatu issue dalam Konggres Masyarakat Penyiaran, mungkin bisa, tapi apa perlu isu ini? Tidak adakah isu yang lebih mendesak, produktif dan elegan? 

Salam.

Tidak ada komentar: