stay tune @ 'green' GrandSlam

stay tune @ 'green' GrandSlam
JUN 21 - JUL 4

Sabtu, 30 Juni 2007

"BEDHAYA" di Kota-Budaya : SOLO

3 hari sebelum adik-adik PSTK ITB (perkumpulan seni tari dan karawitan jawa) tiba di Solo, tepatnya tgl 28 Juni 2007, di TeaterArena dalam kawasan TamanBudayaJawaTengah-Solo, ada pergelaran tari yang sangat 'monumental' menurut saya, BedhayaPangkur.............

Melihat pergelaran tari tersebut langsung terbersit obsesi untuk mempertemukan adik2 PSTK-ITB itu dg penari-penarinya, selama di Solo nanti. Betapa tidak ibu2 penari itu (9 personil)rata2 seusia saya, yah plus-minus 8 tahun lah, yg selama ini menekuni tari secara profesional, tdk spt saya yg amatiran bahkan dlm 22 tahun terakhir hanya sbg simpatisan tari saja......Shg kalo adik2 PSTK-ITB ini bisa 'belajar' pd beliau-2 itu, lengkaplah workshop mrk di Solo selama 3 minggu itu......

Mengapa? Ternyata ada pemahaman saya selama ini yg kurang 'pas' soal menari, nJoged, setelah melihat pergelaran tari BedhayaPangkur diatas.......kurang lebih begini, selama ini ternyata saya menari secara 'matematis' dan pakai 'otot' secara berlebihan, itulah sebabnya saya pingsan setelah berlatih tari 'klono rojo' di Bandung, awal tahun 80-an. Nah lewat pergelaran tari BedhayaPangkur itu, saya sadar ada cara menari 'lain' yg sekira 'pas' dan 'jawa banget', krn cara itu yg membedakan dg cara-2 menari modern (luar-jawa), menari secara 'jati diri jawa' , 'adiluhung', 'luhur budi' atau Indonesia, bolehlah, yaitu : menari dg 'rasa' dan 'irama'.

Ketika menari dg 'rasa' dan 'irama' itu bisa diwujudkan, maka yang terlihat adalah 'kapas yg bergerak-gerak diudara bukan krn ditiup angin, melainkan bergerak oleh denting gamelan'.
Dan pergelaran tari BedhayaPangkur malam itu, tari nonstop sepanjang 1 jam, ditarikan 8 dosen ISI-SOLO&YOGYA dan 1 warga Jepang (sekalihus produsernya), ciptaan Pakoe Buwono IV-raja SurakartaHadiningrat 1787-1820, bercerita bgmn manusia mengendalikan 'nafsu dari 9 lubang dlm tubuh' agar sukses hidup di akherat........
Hemmmmm........
Anggun........
Enteng banget....
Plong .............

Minggu, 24 Juni 2007

Tenis Lapangan? ya PELTI-lah

Tgl 17 juni lalu, saya dilantik sebagai wakil Ketua V (Komunikasi) pengurus PELTI cab Surakarta(Solo). Pd acara itu pula saya kebagian tugas sebagai 'seksi acara'.
Tanpa pemahaman tentang ke-PELTI-an yg mencukupi (pegang raket tenis saja baru 4 thn, dan belum tahu seluk-beluk PELTI, organisasi yg mestinya paling bertanggung-jawab perkembangan olah raga Tennis Lapangan), saya siapkan acara Pelantikan yg tdk seperti 'biasa'.

Berada diluar PELTI selama ini, melalui 'communication sense' yg ada, saya menilai masyarakat luas masih belum 'aware' terhadap organisasi yg semestinya bisa membentuk watak bangsa melalui permainan tennis lapangan. Oleh karena itu saya mengkaitkan 'relasi' solo_radio dalam acara itu, yaitu 40-an siswa SMA Kristen I Ska dalam paduan suara, 30-an lebih model/peragawati belia dari GG Management, serta puluhan dancer dari SMA Negeri 4 Surakarta (almamaternya Jend Wiranto). Harapannya mereka (dan saya) menjadi 'terpaksa' tahu sedikit tentang PELTI, krn harus mengikuti acara tersebut.

Seminggu dari acara Pelantikan itu, saya hadir dalam 'rapat Pengurus Harian' yg dihadiri oleh Ketua PengCab, Wakil Ketua I-VI, sekretaris dan Bendahara. Mas Heru S Notonegoro SH, Wakil Ketua III (Organisasi) kebetulan sdh bawa 'kertas kerja' yg didalamnya ada informasi yang saya tunggu-tunggu, yaitu Tujuan-TugasPokok-dan Fungsi PELTI (cabang Surakarta). Ini penting krn hal inilah yg mestinya memberi arahan para penggiat organisasi dalam menjalankan amanat selama 5(lima) tahun kedepan.

Mencermati Tujuan-TugasPokok-dan Fungsi PELTI dg kacamata 'komunikasi' saya (menetapkan siapa KOMUNIKANnya), terasa 'rancu' dan oleh karena itu menjadi 'tidak fokus'. Alhasil saya kesulitan untuk mengharapkan efektifitas kinerja organisasi yg seperti itu. Intuisi dan pengamatan saya atas berbagai prestasi olah raga di Indonesia, mengatakan bahwa problema seperti diatas terjadi juga pada kePengurusan-an cabang olah raga lain. Teoritis istilahnya : struktural failure

Hal yang mendasar lain adalah : paradigma penggiat organisasinya. Menjadi ngalor-ngidul jika organisasi ini dipandang sbg 'club tennis', kumpulan penghobi tenis......wahhhh, apa bukan krn seperti 'itu' shg di Jkt ada 'persaingan' antara PELTI dan sebuah Club. Secara teoritis ini namanya : 'sistemic failure'.
Mudah2an di Solo nanti tdk terjadi spt itu, syaratnya jelas yaitu para penggiatnya haram memandang organisasi ini sbg sebuah Club, bukan bersaing - tp justru mengayomi club-club, meng-gadang2 club, dan seterusnya...semoga

Justru krn kondisi seperti itulah, saya malahan merasa tertantang untuk memberi kontribusi agar organisasi ini dapat mengantarkan pada tujuan2 mulia-nya bagi bangsa&negara, dg menghindari sistemic failure agar terbebas dri struktural failurenya dan seterusnya
Jika berhasil, mudah2anlah dapat memberi 'inspirasi' teman2 di organisasi pengurusan cabang olah-raga lain.

Cayo.....

Sabtu, 09 Juni 2007

KOTA SOLO PEDULI SENI-PERTUNJUKAN

Rasanya sdh lama 'mata' ini ga terbuka, padahal sejatinya mata ini 'menangkap' banyak hal menarik alhir2 ini. Hanya lantaran tak tertuang disini, seakan mata-hati tak terbuka.........

Dlm sebulan, pandangan-ku tersentuh oleh sejumlah seni-pertunkukan yg berlangsung di Solo, kota-budaya ini.....dan yg paling 'mendalam', adalah INDONESIA Performing Art Mart 2007, 5-8 Juni 2007.


Ajang tersebut buat saya sangat special, mengapa? Krn biasanya dalam pergelaran seni-pertunjukan,sang seniman 'malu-malu' bahwa karyanya adalah sebuah komoditas/'product' yg akan di 'jual'. Nah di event ini justru sebaliknya, seniman yg menampilkan karya ini hasil sebuah audisi dihadapan art-advisory board, dinilai berdasarkan atas potensinya bisa 'laku/terjual' di pasar-internasional, kata pak Ketut Jaman, ketua pelaksana IPAM 2007 dalam perbincangan di acara on-air di media saya : solo_radio, 'GM-TALK'.

Jelas dg begitu buat saya ini surprise sangat luar biasa. Lebih 10 thn lalu, ketika saya aktif di Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, saya 'ingin' membawa temen2 seniman (pertujukan) berfikir spt 'industrialis', tapi bukan 'pedagang' apalagi 'tengkulak' lho. Mengapa? Kebetulan saya punya keyakinan, jika pemikiran spt itu dijalankan dan syarat pasar/'mart'nya sehat, hasilnya sang industrialis sejahtera, masyarakatnya mendapat karya-karya yg baik tanpa pengorbanan yg berlebihan, dan itu berarti sejahtera pula namanya. Bukankah sejahtera pula tujuan INDONESIA ini. Apalagi jka karya-karya baik itu bisa diekspor, apa tidak sang industrialis(seniman)-nya menjadi 'pahlawan devisa', apa tidak makin sejahtera INDONESIA ini?

IndonesiaPerformingArtMart 2007, ajang yg mempertemukan 'presenter' ('buyer'-istilah temen2 industri textile dan furniture) dengan 'performer' (seniman/'performing_art-industries'), untuk diskusi-lobby dan deal. Sayangnya kemarin saya lihat 'bule-bule'nya sedikit, sayangnya lagi acara seperti ini hanya 2(dua) tahun sekali, dan sayangnya lagi hanya 1(satu) penyelenggara yaitu Kementrian Budaya&Pariwisata. Dari yang serba sedikit ini 'mart' atau pasar bisa jadi tak sehat ('market-failure'), dampaknya sang industrialis bisa kembali sengsara.
Coba makin banyak Penyelenggaranya, makiin banyak 'bule-bule' yg datang, makin sering diadakan, apa bukan upaya yang menjanjikan namanya?

Kota Solo peduli, saya peduli, juga media saya : solo_radio 92.9 FM peduli, trus siapa lagi.................?
Hemmmm..........